Tanpa Meta, Apakah WhatsApp Tetap Bisa Sukses?

JURNAL IT - Dalam sidang antitrust yang sedang berlangsung di Washington, DC, Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (Federal Trade Commission/FTC) mencoba membayangkan skenario alternatif, bagaimana jika Meta tidak pernah membeli Instagram dan WhatsApp?

FTC berpendapat bahwa tanpa akuisisi tersebut, kedua aplikasi itu bisa terus bersaing dengan Facebook, mendorong inovasi dan menciptakan ekosistem media sosial yang lebih sehat.

Namun Meta membangun narasi tandingan. Menurut perusahaan, Instagram dan WhatsApp tidak akan tumbuh sehebat sekarang tanpa dukungan mereka.

Meta mengklaim bahwa kedua aplikasi tersebut kekurangan sumber daya, keahlian, dan visi untuk berkembang menjadi platform besar.

Dalam versi Meta, justru pengguna yang akan rugi jika akuisisi tidak terjadi.

Sidang antitrust adalah proses hukum di mana lembaga pemerintah atau pihak tertentu menggugat atau menyelidiki sebuah perusahaan yang diduga melakukan praktik bisnis yang menghambat persaingan atau menciptakan monopoli tidak sehat

Tujuan utama dari sidang ini adalah untuk menjaga persaingan yang adil, melindungi konsumen, dan memastikan pasar tetap terbuka untuk inovasi dan pilihan.

Salah satu saksi kunci Meta adalah Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, yang dihadirkan untuk memperkuat klaim bahwa akuisisi membawa manfaat bagi pengguna.

Ini menarik, karena Acton meninggalkan perusahaan pada 2017 setelah berselisih dengan eksekutif Meta mengenai rencana penempatan iklan di WhatsApp.

Ia bahkan rela melepaskan hak atas saham terbatas (restricted stock units) senilai USD 800 juta (sekitar Rp12,8 triliun pada kurs Rp16.000 per USD), yang kini nilainya diperkirakan bisa mencapai USD 4 miliar (sekitar Rp64 triliun).

Walau meninggalkan Meta dengan cara yang cukup dramatis dan sempat mengampanyekan “hapus Facebook” setelah skandal data Cambridge Analytica, Acton mendukung sejumlah klaim penting Meta. 

Ia menegaskan bahwa WhatsApp tidak berniat menjadi platform sosial seperti Facebook. 

Ia dan Jan Koum — rekan sesama pendiri — bahkan tidak tertarik menjadikan WhatsApp sebagai bisnis berbasis iklan, meski para investor awal berharap demikian.

FTC menyebut bahwa WhatsApp bisa saja berkembang mandiri atau bergabung dengan perusahaan lain. 

Namun Acton mengatakan bahwa mereka memang memilih Meta karena merasa terbantu dengan infrastruktur yang disediakan, sehingga bisa menghindari banyak pekerjaan teknis. 

Meski begitu, saat diinterogasi oleh FTC, Acton mengakui bahwa WhatsApp tidak benar-benar pindah ke data center milik Meta, dan mereka sudah cukup mampu menangani dukungan teknis sendiri. 

Alasan utama memilih Meta adalah memastikan WhatsApp terus berjalan bahkan setelah mereka keluar dari perusahaan.

Bahkan sebelum dibeli, WhatsApp sudah dilengkapi fitur seperti group messaging, video dan audio messaging, serta location sharing. Aplikasi ini juga mengalami pertumbuhan pesat — pengguna aktif bulanan naik dua kali lipat setiap 12–18 bulan. 

Acton yakin, tanpa Meta sekalipun, WhatsApp tetap bisa tumbuh dari 400 juta pengguna aktif bulanan menjadi 1 miliar hanya dalam waktu 18 bulan. Pernyataan ini senada dengan kesaksian Kevin Systrom, pendiri Instagram, yang juga yakin aplikasinya bisa sukses tanpa Meta.

CEO Meta, Mark Zuckerberg, sebelumnya mengatakan bahwa ia terkejut melihat para pendiri WhatsApp tidak terlalu berminat membangun perusahaan yang besar. 

Namun Acton mengakui bahwa ia setuju menjual ke Meta tanpa ada jaminan tegas bahwa iklan tidak akan dipasang. 

Ia juga memahami bahwa harga penawaran dari Meta kemungkinan besar mencerminkan rencana untuk monetisasi tersebut — hal yang membuka kemungkinan bahwa para pendiri sebenarnya tidak sepenuhnya menutup diri terhadap peluang pendapatan lebih besar, yang bisa menjadikan WhatsApp pesaing langsung Facebook.

FTC juga menyampaikan bahwa WhatsApp mungkin bisa menjadi produk yang lebih baik — dan dengan perlindungan privasi yang lebih kuat — jika tidak berada di bawah Meta. 

Dalam sebuah email pada November 2014, seorang karyawan WhatsApp menginformasikan bahwa Meta enggan mempromosikan WhatsApp di negara-negara yang sudah didominasi Facebook Messenger. 

Pada 2016, Meta berhasil menekan WhatsApp untuk mengubah kebijakan privasi agar data pengguna bisa dimanfaatkan untuk iklan Facebook — kecuali pengguna memilih untuk tidak ikut (opt-out). 

Meta juga mendorong dibuatnya versi bisnis WhatsApp, yang menurut Acton sangat ia tolak karena khawatir akan merusak sistem enkripsi end-to-end yang menjadi ciri khas WhatsApp. 

Namun setelah Acton keluar, produk versi bisnis itu tetap diluncurkan.

Sidang ini membuka tabir tentang bagaimana akuisisi Meta atas WhatsApp bisa jadi merupakan pedang bermata dua. 

Di satu sisi, Meta menyediakan sumber daya dan dukungan infrastruktur. Di sisi lain, keputusan-keputusan bisnis yang diambil setelah akuisisi membuat WhatsApp menjauh dari visi awal para pendirinya, sebuah layanan komunikasi sederhana, bebas iklan, dan berorientasi pada privasi. 

FTC mencoba menunjukkan bahwa dunia media sosial bisa saja lebih beragam dan sehat jika akuisisi tersebut tidak pernah terjadi.(*)

Posting Komentar

0 Komentar