Kantor Teknologi Kosong, Fenomena Urban Doom Loop Menghantui Amerika

JURNAL IT - Bayangkan pusat kota yang dulu ramai oleh pekerja teknologi kini sunyi, penuh gedung kosong dan bisnis lokal yang gulung tikar. Itulah potret nyata San Francisco dan kota besar Amerika lainnya hari ini.

Sejak tahun 2023, lebih dari 30 juta kaki persegi (sekitar 2,79 juta meter persegi) ruang kantor telah dikosongkan oleh perusahaan teknologi di seluruh Amerika Serikat. 

Nilai kerugian yang ditaksir mencapai Rp324.000 triliun, sebuah pukulan telak bagi sektor properti komersial dan ekonomi perkotaan secara keseluruhan.

Kondisi ini menjadi lebih parah dengan munculnya tren baru, urban doom loop — istilah kontroversial untuk menggambarkan lingkaran setan antara kota yang kehilangan pekerja, turunnya pemasukan pajak, dan memburuknya layanan publik.

Kantor Kosong, Budaya Perusahaan Hilang

Di San Francisco, tingkat kekosongan ruang kantor melampaui 34% pada tahun 2024—tertinggi di AS. Seattle juga mencatat angka rendah, hanya 33% kantor yang digunakan pada awal 2024. 

Bahkan Manhattan, pusat bisnis global, kini memiliki lebih dari 94 juta kaki persegi kantor yang kosong, rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Kondisi ini mencerminkan transformasi mendalam di sektor teknologi antara 2022 hingga 2025. 

Perusahaan seperti Meta, Google, dan Amazon melakukan PHK massal, mengurangi ribuan karyawan di berbagai divisi, termasuk tim rekruitmen dan teknik. 

Bahkan Meta menghapus hampir 50% tim HR mereka.

PHK bukan hanya strategi efisiensi. Ini menandai pergeseran nilai—dari ekspansi agresif menjadi efisiensi ketat. 

Google bahkan menawarkan voluntary buyouts (pesangon sukarela) hingga ke unit inti seperti search dan advertising.

Dulu, bekerja di perusahaan teknologi berarti makan siang gratis, ruang bermain, dan acara komunitas. Sekarang, semua itu hilang. 

Perusahaan memotong biaya dengan mencoret fasilitas karyawan, menutup lantai kantor, bahkan menyewakan ulang ruang kerja mereka.

Salesforce mengosongkan lebih dari 65.000 meter persegi kantor di San Francisco sejak 2022, sementara Meta membatalkan kontrak sewa kantor seluas 40.000 meter persegi di Manhattan.

Alhasil, banyak kantor yang dulunya simbol kesuksesan kini menjadi beban kosong yang tak mudah diubah fungsinya. 

Gedung-gedung itu dibangun sangat spesifik untuk kebutuhan perusahaan teknologi, menjadikannya sulit dialihfungsikan untuk sektor lain.

UMKM Mati, Transportasi Sepi, APBD Jebol

Efek domino dari kekosongan kantor terasa di seluruh lapisan ekonomi kota. Restoran, laundry, gym, dan toko-toko di pusat kota mengalami penurunan pendapatan 50–70% dibanding sebelum pandemi. 

Di San Jose, penggunaan transportasi umum turun hingga 60%.

San Francisco mengalami defisit anggaran Rp13,2 triliun pada 2024, sebagian besar disebabkan oleh turunnya penerimaan pajak dari sektor real estat komersial. 

Menurut studi Moody’s, kekosongan kantor oleh sektor teknologi bisa menurunkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota besar di AS sebesar 4–6% setiap tahun, bahkan bisa berlangsung satu dekade ke depan.

Sejak pandemi COVID-19, hampir 90% pekerja teknologi di AS beralih ke model kerja dari rumah (work from home). 

Alih-alih kembali ke kantor, banyak yang memilih tetap bekerja secara jarak jauh. Pada 2023, hanya 26% dari mereka yang datang ke kantor minimal tiga hari dalam seminggu.

Tren ini mempercepat keputusan perusahaan untuk memangkas ruang fisik. 

Bagi investor dan eksekutif, remote-first adalah strategi yang mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. 

McKinsey bahkan mencatat bahwa meskipun jumlah karyawan turun 12% sejak 2021, pendapatan per karyawan naik 19%.

Masa Depan Kota dan Teknologi

Kehampaan di sektor teknologi bukan sekadar statistik. Ia adalah metafora nyata dari perubahan arah industri, dari ekspansi penuh semangat menjadi konsolidasi sunyi dan hemat biaya. 

Gedung-gedung yang dibangun khusus untuk kebutuhan perusahaan teknologi kini sulit dialihfungsikan. 

Infrastruktur yang dulunya menjadi pusat kehidupan kini justru menjadi beban.

Urban doom loop — sebuah istilah yang menggambarkan siklus kemunduran kota — mulai terasa nyata. 

Saat kantor kosong, ekonomi lokal mandek, bisnis tutup, layanan publik menurun, dan akhirnya warga mulai pergi meninggalkan kota.

Bagi kota-kota besar, ini menjadi peringatan keras untuk tidak terlalu bergantung pada satu sektor.

Apakah akan ada kebangkitan baru? Atau akankah pusat kota menjadi relik masa lalu yang ditinggalkan oleh dunia kerja digital?

Yang jelas, dunia kerja telah berubah. Dan kota-kota harus ikut beradaptasi—atau tertinggal dalam bayangan kejayaan masa lalu.(*)

Posting Komentar

0 Komentar