Apakah AI Ramah Lingkungan? Ini Fakta Mengejutkan Soal Konsumsi Energi dan Air oleh Data Center

JURNAL IT - Di tengah sorotan dunia terhadap kecanggihan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), muncul satu pertanyaan penting, seberapa ramah lingkungan teknologi ini? 

Meski AI kerap diasosiasikan dengan “kemajuan,” kenyataannya tidak semua bentuk AI memberikan dampak positif yang efisien—baik dari sisi kegunaan, biaya, maupun lingkungan.

Salah satu cara terbaik memahami masalah ini adalah dengan analogi yang menarik, AI itu seperti transportasi. 

Ada sepeda, ada bus listrik, tapi ada juga roket yang boros bahan bakar. Kita tak bisa menyebut “kita butuh lebih banyak transportasi” tanpa menjelaskan jenisnya. 

Sama halnya dengan AI—apakah yang dimaksud generative AI untuk bikin gambar lucu, atau teknologi hemat energi untuk analisis data medis?

Sayangnya, menurut banyak pengamat, diskusi publik soal AI seringkali terlalu luas dan tidak spesifik. 

Akibatnya, masyarakat terjebak dalam anggapan bahwa semua bentuk AI itu positif dan layak didukung penuh, padahal kenyataannya tidak sesederhana itu.

Menurut laporan McKinsey, data centers untuk pengembangan dan penggunaan AI dalam 5 tahun ke depan akan menyedot tambahan energi sebesar setengah hingga 1,2 kali lipat dari total konsumsi energi tahunan Inggris. 

Jika dirata-rata, tambahan energi ini setara dengan sekitar 480 hingga 1.150 terawatt-jam per tahun, atau jika dikonversi ke rupiah, mencapai potensi pemborosan energi senilai lebih dari Rp8.000 triliun per tahun.

Parahnya, energi ini sebagian besar akan berasal dari bahan bakar fosil, termasuk batu bara dan gas alam. 

Bahkan CEO OpenAI, Sam Altman, secara terbuka mengatakan kepada Senat AS bahwa pengembangan AI di masa depan “kemungkinan besar akan ditenagai oleh gas alam”.

Di beberapa negara, pembangkit listrik tenaga batu bara yang semestinya sudah pensiun malah diperpanjang masa operasinya demi menopang kebutuhan listrik pusat data.

Salah satu contohnya adalah proyek superkomputer Colossus milik Elon Musk di Memphis, Tennessee, yang menggunakan 35 turbin gas metana ilegal dan menghasilkan ribuan polutan beracun ke udara sekitar.

Ancaman Ganda, Krisis Iklim dan Krisis Kesehatan

Kebutuhan besar pusat data bukan cuma soal listrik, tapi juga air bersih.

Untuk menjaga suhu server agar tetap stabil, data center membutuhkan air dalam jumlah besar—dan air yang digunakan bukan air biasa, melainkan air minum berkualitas tinggi. Mengapa? Karena air dari sumber lain bisa merusak alat dan menumbuhkan bakteri.

Akibatnya, banyak perusahaan teknologi memilih menggunakan pasokan air minum publik. Artinya, masyarakat harus bersaing dengan perusahaan AI demi bisa mengakses kebutuhan air sehari-hari.

Contohnya terjadi di Montevideo, Uruguay. Saat kota itu mengalami kekeringan parah dan tidak punya cukup air minum untuk warganya, pemerintah setempat bahkan harus mencampurkan air limbah ke dalam pasokan air. 

Hal ini menyebabkan peningkatan kasus keguguran dan penyakit kronis, terutama pada perempuan dan lansia.

Dan di tengah krisis itulah, Google mengusulkan pembangunan data center baru yang akan menyedot air minum dari pasokan publik.

AI Harus Disesuaikan dengan Kebutuhan

Jika kembali ke analogi transportasi, bukan berarti kita harus melarang semua AI, sama seperti kita tidak melarang semua kendaraan. 

Tapi kita perlu menggunakan kendaraan yang tepat untuk kebutuhan yang tepat. Tidak semua harus naik roket. Mungkin cukup dengan sepeda, atau kereta cepat.

Demikian juga dengan AI. Untuk tugas-tugas ringan, teknologi AI yang sederhana dan hemat energi sebenarnya sudah cukup. 

Tapi hari ini, karena istilah "AI" terlalu umum, masyarakat dan pengambil kebijakan jadi tertipu oleh janji kemajuan teknologi tanpa tahu konsekuensinya.

AI bukan hanya soal teknologi dan efisiensi, tapi juga soal keadilan lingkungan, sosial, dan kesehatan. 

Jika tidak dikendalikan, pengembangan AI yang boros energi dan air akan menciptakan krisis baru yang lebih besar dari manfaatnya. 

Maka, pertanyaannya bukan sekadar “Perlu AI atau tidak?” tapi “AI seperti apa, untuk siapa, dan dengan biaya apa?”.(*)

Posting Komentar

0 Komentar