JURNAL IT - Tahukah kamu, warna yang kita lihat di layar ponsel, televisi, atau hasil cetakan sebenarnya dibentuk oleh perhitungan matematika yang rumit?
Warna bukan hanya tentang keindahan visual, tapi juga soal presisi.
Untuk memastikan warna biru yang saya lihat sama dengan yang kamu lihat, kita menggunakan sistem yang disebut color space atau ruang warna—yakni sistem berbasis geometri yang membantu “mengunci” warna sebagai referensi tetap.
Bagi orang awam atau kreator yang kurang akrab dengan angka, semua ini terdengar menakutkan. Tapi untungnya, komputer dan software sudah melakukan sebagian besar kerja beratnya.
Yang jadi tantangan berikutnya adalah memilih color space yang tepat, karena jika salah memilih, warna bisa tampak sangat berbeda dari yang diharapkan.
Memahami Tiga Konsep Dasar: Model, Ruang, dan Gamut
Sebelum melangkah lebih jauh, ada tiga istilah penting yang perlu dipahami:
1. Color Model
Ini adalah sistem dasar yang mendefinisikan bagaimana warna dibentuk. Contohnya:
CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Key/Black) digunakan dalam pencetakan. Warna dibuat dengan mengurangi cahaya yang dipantulkan dari kertas putih. Inilah sebabnya cetakan pada kertas putih terlihat lebih tajam.
RGB (Red, Green, Blue) digunakan di perangkat elektronik. Warna dibentuk dengan menambahkan cahaya dari layar hitam.
HSL / HSB / HSV lebih memudahkan manusia dalam memilih warna, karena menyesuaikan dengan cara kita melihat dan merasakan warna (hue, intensitas, dan terang).
Setiap model punya kekuatan dan kelemahan, tergantung dari penggunaannya—apakah untuk cetak, layar, atau desain digital.
2. Color Space
Ini adalah wilayah spesifik dari warna yang bisa ditampilkan dalam sebuah sistem. Misalnya, sRGB adalah standar warna untuk web yang digunakan agar warna tampak konsisten di berbagai perangkat.
Ada juga Adobe RGB yang menawarkan rentang warna lebih luas untuk kebutuhan cetak profesional, atau CIELAB, yang dirancang agar warnanya tetap konsisten di perangkat apa pun.
3. Gamut
Gamut menunjukkan seberapa banyak warna dalam ruang tertentu yang bisa ditampilkan oleh sebuah perangkat. Semakin tinggi persentasenya, semakin luas jangkauan warna yang bisa ditampilkan.
Misalnya, monitor profesional bisa mencakup 99% sRGB dan 98% DCI-P3, sementara monitor biasa mungkin hanya mencakup sRGB saja.
Kenapa Semua Ini Penting Meski Kita Bukan Desainer
Memahami dasar-dasar ini bukan hanya penting bagi desainer grafis atau editor video.
Pengetahuan tentang ruang warna bisa membantumu memilih TV, laptop, atau monitor yang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, sRGB cukup untuk penggunaan sehari-hari dan konten web.
Tapi kalau kamu ingin mengedit video HDR atau mencetak foto profesional, kamu mungkin butuh ruang warna seperti Rec.2100 atau Adobe RGB.
Memiliki color space dan gamut yang luas memang terdengar keren, tapi menurut para ahli, perbedaannya tidak selalu terasa oleh mata manusia.
Seperti halnya resolusi video: perbedaan dari HD ke 4K terasa jelas, tapi dari 4K ke 8K tidak selalu terlihat. Hal serupa berlaku pada warna—setelah titik tertentu, peningkatan tidak terlalu berarti, terutama jika perangkat yang digunakan tidak mendukungnya.
Meskipun topik ini kompleks, pengguna biasa tidak perlu menguasainya secara menyeluruh. Banyak proses teknis sudah ditangani oleh sistem otomatis di balik layar.
Namun, mengetahui dasar-dasarnya bisa membuat kita lebih bijak dalam memilih perangkat atau memahami kenapa hasil cetakan bisa terlihat berbeda dari layar.
Seperti bahasa yang berbeda untuk kebutuhan berbeda, warna juga punya “bahasanya” sendiri—dan kita hanya perlu tahu mana yang paling pas untuk digunakan.
Kalau kamu pernah bertanya-tanya kenapa warna di layar ponselmu terlihat berbeda dengan hasil print di kertas, kini kamu tahu jawabannya: warna bukan hanya soal selera, tapi juga soal sains.(*)
0 Komentar